‘AMUL JAMA’AH
Oleh: Muhammad
Ramadhan Yusuf Djalil
(R&B)
(Ramadhan
& Brother Shoes)
Jln.
T. Iskandar No. 8 Ulee Kareng Banda Aceh
MU’AWIYAH MELANGGAR PERJANJIAN DENGAN HASAN BIN ALI TAHUN
41 H/661 M
Pasca Ali bin
Abi Thalib syahid dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam dengan pedang pada waktu
subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/24 Januari 661 M, Hasan bin Ali dibaiat
dan pertempuran pertempuran dengan Mu’awiyah berlanjut. Namun pada pertengahan
Jumadil Awal tahun 41 H/I6 September 661 M tercapai persetujuan damai antara
Hasan bin Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan “Aamul Jama’ah”, yaitu tahun
bersatunya ummat islam dibawah satu pucuk kekhalifahan yaitu dibawah pimpinan
Mu’awiyah. Dan sebagaimana biasa (seperti yang terjadi pada peristiwa tahkim)
Mu’awiyah melanggar janji.
Surat perdamaian berbunyi sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim.
Ini adalah
pernyataan damai dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwa
Hasan menyerahkan kepada Mu’awiyah wilayah Muslimin, dan Mu’awiyah akan menjalankan
Kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul Allah dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan tidak boleh
mengangkat seseorang jadi khalifah sesudahnya, tetapi akan diadakan lembaga
syura di antara kaum Muslimin dan bahwa masyarakat akan berada dalam keadaan
aman di daerah Allah SWT di Syam, Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat
sahabat Ali dan Syi’ahnya terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta,
para wanita dan anak anak mereka, dan bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan setuju dan
berjanji dengan nama Allah bahwa Mu’awiyah tidak akan mengganggu atau
menganiaya secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin Ali atau
saudaranya Husain bin Ali atau salah seorang ahlu’l bait Rasul Allah saw dan
tidak akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru dan bahwa Mu’awiyah
akan menghentikan pelaknatan terhadap Ali… (Ibnu Hajar).
Selain itu
mu’awiyah juga sangat sering mengutuk Ali dan keluarganya dalam berbagai
kesempatan termasuk dalam khutbah-khutbahnya, dan ini juga merupakan salah satu
butir (isi) perjanjian antara Hasan dengan Mu’awiyah agar Mu’awiyah
menghentikan tindakan tersebut. Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti bani
umayyah ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap
stabil. Hal ini tidak terlepas dari sikap
Muawiyah tidak
mena’ati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang
menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan
kepada pemilihan umat Islam. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa setelah 20
tahun berkuasa Mu’awiyah tidak melakukannya, tetapi sebaliknya ia mengajukan
anaknya Yazid bin Mu’awiyah sebagai putra mahkota (calon penggantinya),
disinilah bermula perobahan bentuk pemerintahn menjadi sistem monarki
(kerajaan), meskipun masih diidentikkan dengan khalifah, tetapi pengertian
khalifah disini telah bergeser menjadi penguasa yang turun temurun (raja) bukan
lagi atas dasar pemilihan yang dilakukan oleh ummat.
Deklarasi
pengangkatan anaknya Yazid bin Mu’awiyah sebagai putera mahkota menyebabkan
munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan
terjadinya perang saudara berkali-kali dan berkelanjutan. Dan ini menunjukkan
bahwa sistem pergantian pemerintahan tidak dilakukan lagi dengan pemilihan tapi
lewat garis keturunan.
Ketika Yazid bin
Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan
setia kepadanya. Yazid bin Mu’awiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya
untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa
tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdulah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu,
Syi'ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali.
Dengan kata lain salah satu penyebab kalau tidak bisa
dikatakan sebagi penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah
adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan
Syi'ah, dan kaum mawali (non arab) yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan
Bani Umayyah.
"Bersatu kita tegubercerai kita rapuh"