ISLAM DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI UMMAT
Oleh: Muhammad
Ramadhan Yusuf Djalil
(Ramadhan
& Brother Shoes)
Jln.
T. Iskandar No. 8 Ulee Kareng Banda Aceh
I. PENDAHULUAN
A. kata
pengantar
Islam merupakan agama yang sempurna yang ajarannya mencakup serta mengurus
berbagai persoalan kehidupan manusia, baik yang dibahas secara rinci maupun
secara umum. Secara esensial ajaran Islam yang diturunkan Allah swt. kepada
Rasulullah saw. Secara umum terbagi kepada tiga ranah, yakni akidah, syariah
dan akhlaq yang masing-masing ranah mempunyai peranan yang saling melengkapi
satu dengan yang lainnya.
Ajaran Islam mengatur perilaku manusia, baik kaitannya sebagai makhluk
dengan Tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama makhluk, dalam term fiqih
atau ushul fiqih disebut dengan syariah. Sesuai dengan aspek yang diaturnya,
syariah ini terbagi kepada dua, yakni ibadah (Hablumminallah) dan
muamalah (Hablumminannas).
Sesuai dengan klasifikasi di atas, kegiatan ekonomi (mu’amalah) sebagai
salah satu bentuk implementasi dari hubungan antar sesama manusia (Hablumminannas),
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari akidah, ibadah dan akhlak. Dengan
kata lain, masalah ekonomi tidak lepas sama sekali dari aspek akidah, ibadah,
maupun akhlak, hal ini didasarkan pada tinjauan dari persfektif Islam,
dimana perilaku ekonomi harus selalu diwarnai oleh nilai-nilai akidah, ibadah
dan akhlak.
Dalam perkembangan dewasa ini, secara umum ada dua sistem ekonomi yang
paling berpengaruh di dunia, yaitu sistem ekonomi Kapitalis dan sistem
ekonomi Sosialis. Sistem ekonomi yang disebutkan pertama yaitu Kapitalis
yang merupakan suatu sistem ekonomi yang mengizinkan dimilikinya alat-alat
produksi oleh pihak swasta, sedangkan sebaliknya yaitu sistem ekonomi Sosialis
di mana pemerintah atau pekerja memiliki serta menjalankan semua alat produksi,
dengan demikian, usaha swasta dibatasi dan mungkin kadang-kadang dikontrol atau
bahkan dihapuskan sama sekali.
Disisi lain berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, Islam menerapkan
sistem ekonominya dengan berlandaskan pada moral dan hukum bersama untuk
menegakkan suatu sistem yang praktis dan idealis. Ditilik dari segi prioritas,
Islam lebih mengedepankan konsep keseimbangan antara kepentingan individu
(khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada Alquran dan
sunnah. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ekonomi menurut Islam
merupakan sekumpulan dasar-dasar (asas) umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-quran
dan As-Sunnah, dan setiap sistem yang didirikan di atas landasan-landasan
tersebut diharapkan dapat relevan dengan perkembangan lingkungan dan masa.
Sehubungan dengan hal tersebut, Alquran dan Sunnah sebagai sumber hukum Islam
memegang peranan penting dalam memberikan dasar-dasar pada sistem perekonomian
menurut Islam.
Selain itu, ekonomi menurut Islam memiliki karakteristik
khusus yang membedakannya dari sistem ekonomi secara umum (konvensional). Di
antara ciri-ciri tersebut yaitu, bahwa ekonomi merupakan bagian dari sistem
Islam secara integral, dan ekonomi menurut Islam bertujuan untuk mewujudkan
keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan umum. Dalam upaya
menyempurnakan pengakuan Islam terhadap kebebasan ekonomi, Islam telah
memberikan wewenang kepada negara untuk ikut campur dalam fungsionalisasi
sistem ekonomi Islam.
Berdasar pada uraian di atas dapat dipahami bahwa perwujudan dari pengakuan
Islam akan kebebasan ekonomi dengan menentukan ketentuan-ketentuan yang
mengikat yang bertujuan untuk merealisasikan dua hal secara umum yaitu: pertama,
agar kegiatan ekonomi berjalan sesuai dengan ketentuan yang sesuai dengan
syariat Islam. Kedua, demi terjaminnya hak negara (otoritas)
dalam ikut campur baik untuk mengawasi kegiatan ekonomi terhadap individu,
maupun untuk mengatur (mengintervensi) atau melaksanakan berbagai macam
kegiatan ekonomi yang tidak mampu ditangani oleh individu atau tidak mampu dijalankan
dengan baik.
Uraian tersebut menjelaskan kepada kita bahwa persoalan-persoalan yang
berkenaan dengan masalah ekonomi telah diatur dalam Islam. Sehingga bisa
disimpulkan bahwa aturan Islam tentang ekonomi termasuk aturan yang sempurna
dan lengkap. Oleh karena itu, pengaplikasian sistem ekonomi Islam dalam tatanan
perekonomian umat kemungkinan besar akan lebih membawa kepada kesejahteraan dan
kemaslahatan umat itu sendiri.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut mengenai sistem ekonomi Islam dan aplikasinya dalam tatanan perekonomian
umat, sejauh mana sistem ekonomi Islam dapat memberdayakan umat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulisan makalah ini akan
dibatasi pada beberapa persoalan antara lain:
1. Bagaimana
konsep pengembangan ekonomi umat?
2. Bagaimana
sistem perekonomian dalam Islam?
3. Bagaimana
lembaga-lembaga ekonomi dalam Islam?
II.
PEMBAHASAN
A.
Konsep Pengembangan Ekonomi Islam
Pengembangan ekonomi dalam Islam mengindikasikan bahwa perhatian Islam
terhadap bidang ekonomi merupakan bagian dari syariah dan yang menjadi tuntutan
dalam upaya pemeliharaan sumber-sumber ekonomi dan pengembangannya,
meningkatkan kemampuan produksi dengan mengembangkan sistem dan metodenya, dan
hal-hal lain yang menjadi tuntutan dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi
umat, memenuhi kebutuhan yang mendasar, dan memerangi kemiskinan.
Agar pengembangan ekonomi dapat merealisasikan
tujuan syariah, maka seidealnya jika dia memiliki beberapa kriteria, yang
terpenting diantara kriteria-kriteria merupakan sebagai berikut:
1. Pengembangan ekonomi dalam ekonomi Islam tidak
akan dapat merealisasikan tujuannya jika tidak dijalankan secara komprehensif.
2. Sesungguhnya merealisasikan kesejahteraan
dan meningkatkan tingkat penghidupan umat merupakan tuntutan dalam syariah.
3. Idealnya, pengembangan ekonomi dalam Islam
mencakup semua lapisan masyarakat.
4. Pengembangan ekonomi dalam Islam merupakan
tuntutan syariah dan ibadah yang mendekatkan seorang muslim kepada Allah jika
dilakukannya dengan ikhlas karena-Nya.
5. Sesungguhnya sistem ekonomi yang mengedepankan
keuntungan (income) tidak dibenarkan jika berakibat terhadap rusaknya
nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
6. Sesungguhnya berbagai upaya pengembangan
ekonomi pada masa Umar Radiyallahu Anhu terfokuskan pada penanggulangan
kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi individu masyarakat.
Peningkatan kualitas perekonomian akan terealisasi dengan terwujudnya
lingkungan yang Islami dalam segala aspek kehidupan, diantara aspek-aspek
sentral yang mendukung upaya tersebut
yaitu sebagai berikut:
1. Kesalehan Umat
Realisasi dari kesalehan umat yaitu dengan mengimani Islam sebagai akidah
dan syariah, dan pengaplikasiannya dalam segala aspek kehidupan. Sebab ketika
seorang muslim meyakini bahwa dia sebagai khalifah dalam kehidupan ini, yang diantara
tujuannya yaitu untuk memakmurkan bumi dan mengembangkannya, maka keyakinannya
ini akan memotivasinya untuk mengembangan ekonomi yang merupakan bagian dari
tugasnya dalam kehidupan ini. Bahkan jika dilakukannya dengan ikhlas, maka akan
menjadi ibadah yang mendekatkan muslim kepada Allah swt.
2.
Kebaikan Sistem Pemerintah
Sistem pemerintah merupakan perangkat
politik dan apa yang muncul darinya sangat tergantung pada sistem pemerintah. Sebab
dengan kualitas perangkat politik, kebaikan hubungan antara rakyat dan
pemerintah, maka akan mendorong pengembangan ekonomi pada jalan yang semestinya.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa
tugas terpenting pemerintah dalam upaya peningkatan taraf ekonomi ummat yaitu sebagai
berikut:
a. Menjaga agama, yaitu dengan
cara menerapkan hukum-hukum yang sesuai dengan syari’at.
b. Memberikan jaminan terhadap harta
kaum muslimin, yaitu dengan cara mengelola sesuai dengan hukum syariah.
c. Menegakkan keadilan dengan
cara merealisasikan keamanan dan ketentraman.
3.
Adil
Pengembangan ekonomi tidak akan terwujud tanpa ditegakkannya keadilan,
karena kezaliman merupakan sebab hilangnya nikmat dan datangnya adzab. Umar Radiyallahu
Anhu menjelaskan dampak kezaliman terhadap kehidupan dengan mengatakan,”
Tertahannya hujan disebabkan hakim yang jahat dan pemimpin yang zalim”.
4. Kebebasan dan Persamaan
Isu tentang kebebasan dan persamaan bukanlah hanya sebatas teori dan konsep
belaka, namun pembicaraan tentang hal yang dinamis, menyentuh semua aspek
kehidupan individu dan kelompok, serta berdampak pada perjalanan umat.
Sebab keadilan mengharuskan persamaan diantara manusia dalam segala bidang,
sesuai dengan firman Allah, dalam Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13 yang
artinya sebagai berikut:
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.”
(Al-Hujurat: 13)
5. Keamanan dan Ketentraman
Alquran memberikan prioritas yang setara terhadap pentingnya kemakmuran dan
keamanan dan ketentraman. Hal ini senada dengan berfirman Allah dalam surat Quraisy
ayat: 3-4, yang artinya yaitu sebagai berikut:
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah),
yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.” (Quraisy: 3-4)
Para pakar ekonomi modern juga menyadari hubungan antara keamanan dan
pengembangan ekonomi, dimana mereka mengaitkan konsep pengembangan
ekonomi dengan keamanan, hal ini, “Keamanan merupakan syarat untuk
mewujudkan pengembangan ekonomi. Begitu juga sebaliknya tanpa pengembangan
ekonomi, maka tidak mungkin ada keamanan. Karena itu negara-negara berkembang
yang “tertinggal” yang tidak merealisasikan pengembangan ekonomi tidak
merasakan adanya jaminan keamanan”.
B. Sistem Ekonomi Islam
Diantara nilai-nilai dasar sistem ekonomi yang berlandaskan pada tauhid, sebagaimana
yang diutarakan oleh seorang pakar ekonomi yang bernama Saefudin, yaitu sebagai
berikut:
1. Kepemilikan (ownership)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Keadilan (justice)
Secara lemih mendetil ketiga nilai dasar
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kepemilikan (ownership)
dalam ekonomi Islam merupakan:
a. Pemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan
menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi. Seorang muslim yang
tidak memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah padanya
akan kehilangan hak atas sumber-sumber tersebut.
b. Pemilikan terbatas sepanjang
usia hidup manusia di dunia, dan bila orang itu mati, harus didistribusikan
(alihkan kpemilikannya) kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam.
2.
Keseimbangan (equlibrium).
Pengaruh
faktor keseimbangan terlihat pada berbagai praktek ekonomi muslim, misalnya
kesederhanaan (tawassuth), berhemat dan menjauhi pemborosan (mubazzir).
Konsep keseimbangan ini tidak hanya timbangan kebaikan hasil usahanya diarahkan
untuk di dunia dan di akhirat saja, tetapi berkait juga dengan kepentingan
(kebebasan) perorangan dengan kepentingan umum yang harus dipelihara, dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban harus direalisasikan.
3.
Keadilan (justice).
Kata keadilan disebut lebih dari 1000 kali
menunjukkan betapa nilai dasar ini memiliki bobot yang sangat dimuliakan
dalam Islam, selain itu kata yang paling banyak disebut dalam Al-quran setelah
Allah dan ilmu pengetahuan, ialah keadilan. Baik yang berkaitan dengan aspek sosial,
politik maupun ekonomi. Seorang ulama kontemporer yang bernama Yusuf Al-Qardhawi
menyatakan, bahwa “Ruh sistem Islam merupakan pertengahan yang adil”
Dalam ekonomi Islam, wujud dari usaha
untuk mewujudkan ke-tiga prinsip (nilai) dasar diatas dapat dilihad dalam
berbagai bentuk diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Zakat
Sumber utama pendapatan dalam pemerintahan
negara Islam pada periode klasik serta negara-negara Islam pada umumnya merupakan
zakat, yang notabene merupakan salah satu dari rukun Islam. Namun zakat
bukanlah pajak untuk menjamin penerimaan negara. Sebab, distribusi hasil
pengumpulan zakat harta ditunjukkan pada delapan kelompok sasaran (mustahiq)
sebagaiman yang dijelaskan dalam firman Allah SWT yang artinya:
“zakat itu untuk orang-orang fakir,
orang miskin, pengurus zakat, orang muallaf hatinya, untuk memerdekakan budak
(hamba), orang yang berhutang, orang yang berjuang dijalan Allah dan untuk
orang musafir sebagai suatu keperluan dari Allah. Allah maha mengetahui lagi
bijaksana.”
Sistem zakat dalam ekonomi Islam merupakan sebagai garda terdepan sistem
fiskal. Zakat memiliki fungsi
alokasi, distribusi, dan sekaligus stabilisasi dalam perekonomian. Jika dikelola dengan baik, zakat akan menjadi salah satu solusi dari
sasaran akhir perekonomian suatu negara. Yakni terciptanya kesejahteraan bagi
masyarakat. Paling tidak ada beberapa effect jika zakat dikelola dengan
baik :
a. Zakat Mendorong Pemilik Modal Untuk
Mengelola Hartanya
Zakat mal itu dikenakan pada harta diam yang
dimiliki seseorang setelah satu tahun, harta yang produktif dan digunakan untuk
produksi tidak dikenakan zakat. b.
Meningkatkan Etika Bisnis
Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang
diperoleh dengan cara yang halal. Zakat memang menjadi pembersih harta, tetapi
tidak membersihkan harta yang diperoleh secara batil. Maka hal ini akan
mendorong pelaku usaha agar memperhatikan etika bisnis.
c. Pemerataan
Pendapatan
Pengelolan zakat yang baik dan alokasi yang tepat
sasaran akan mengakibatkan pemerataan pendapatan. Dengan zakat distribusi
pendapatan lebih merata, dan tiap orang akan memiliki akses lebih terhadap
distribusi pendapatan.
d. Pengembangan
Sektor Riil
Salah satu cara dalam pendistribusian zakat bisa
dilakukan dengan memberikan bantuan modal usaha bagi para mustahiq.
Pendistribusian zakat dengan cara ini akan mendorong para mustahiq untuk
melakukan usaha pada sektor rill. Hal ini akan memberikan dua efek yaitu
meningkatnya penghasilan dari mustahiq dan juga akan berdampak ekonomi
secara makro.
2. Pelarangan Riba
Zakat dijadikan sebagai sarana untuk menciptakan keadilan sosial ekonomi.
Oleh karena itu, sarana untuk mencegah timbulnya fenomena ketidak adilan yang
paling menonjol merupakan pelarangan riba. Hakikat pelarangan riba dalam Islam merupakan
suatu penolakan terhadap timbulnya resiko finansial tambahan yang ditetapkan
dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli yang dibebankan pada satu
pihak saja sedangkan pihak yang lainnya dijamin keuntungannya. Menurut Qardhawi,
bahwa “nash Alqur`an (yang berkaitan dengan riba) menunjukkan bahwa dasar
pengharaman riba merupakan melarang perbuatan zalim bagi masing-masing dari
kedua belah pihak, maka tidak boleh menzalimi dan tidak boleh dizalimi”.
Bunga pinjaman uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan macamnya,
baik yang tujuan produktif maupun konsumtif, dengan tingkat bunga tinggi atau
rendah, dalam jangka waktu panjang atau pendek merupakan termasuk riba.
3. Kerjasama Ekonomi
Kerja sama (cooperative) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi
Islam versus kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran ekonomi
marxisme. Salah satu bentuk kerja sama dalam ekonomi Islam yaitu qirad. Qirad
merupakan kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik
keahlian atau keterampilan atau pelaku usaha. Qirad dikenal di dunia
ekonomi sebagai penyertaan modal, tanpa beban bunga modal atau bunga uang.
4. Jaminan Sosial
Dalam Alquran sering ditekankan tentang sosial.
Tujuan doktrin sosial antara lain merupakan untuk menjamin tingkat dan kualitas
hidup yang minimum bagi seluruh lapisan masyarakat. Jaminan sosial secara
tradisional berkonotasi dengan pengeluaran-pengeluaran sosial baik untuk
kepentingan negara atau untuk kebajikan humanis dan tujuan-tujuan bermanfaat
lainnya menurut syariah Islam.
5. Peran Negara
Dalam hal ini negara berperan sebagai pemilik manfaat sumber-sumber,
produsen, distributor dan sekaligus sebagai lembaga pengawasan kehidupan
ekonomi. Dalam negara Islam fungsi pengawasan dilakukan melalui lembaga Hisbah
(Pengawasan). Hisbah merupakan institusi negara yang pernah ada pada
zaman nabi Muhammad SAW, sebagai lembaga pengawas pasar atau
kegiatan ekonomi yang menjamin tidak adanya pelanggaran aturan moral dalam
pasar (monopoli), pemaksaan terhadap hak konsumen, kemanan dan kesehatan
kehidupan ekonomi. Hisbah ini independent dari kekuasaan yuridis maupun
eksekutif.
Dari pembahasan diatas dapat ditegaskan bahwa perbedaan yang utama antara
sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi konvensional yaitu: Pertama:
secara epistemologis ekonomi Islam dipercaya sebagai bagian integral dari
ajaran Islam itu sendiri, sehingga pemikiran ekonomi Islam langsung bersumber
dari Tuhan. Kedua, ekonomi Islam dilihat sebagai sistem yang
bertujuan bukan hanya mengatur kehidupan manusia di dunia, tapi juga
menyeimbangkan kepentingan manusia di dunia dan akhirat. Ini membawa implikasi
dari aspek normatif: apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan atau
dihindari bukan semata-mata dilihat dari aspek efisiensi sebagaimana dikenal
dalam ekonomi konvensional, melainkan bagaimana agar tindakan di kehidupan
duniawi juga menghasilkan imbalan diakhirat. Ketiga, sebagai
konsekuensi dari landasan normatif itu, sejumlah aspek positif atau teknis
dalam ekonomi konvensional tak bisa diaplikasikan karena bertentangan dengan
nilai-nilai yang dibenarkan oleh Islam.
C. Lembaga-lembaga
ekonomi Islam
Upaya untuk mengubah lembaga ekonomi dan keuangan konvensional dengan
prinsip syariah merupakan sesuatu yang sulit diwujudkan secara gampang meskipun
tidak bisa duikatakan mustahil dan kalaupun mungkin akan memaksa waktu yang
sangat lama dan menghadapi tantangan yang sangat berat. Oleh karena itu,
alternatif yang mungkin diambil yaitu dengan mendirikan lembaga-lembaga ekonomi
dan keuangan berdasar syariah secara mandiri terpisah dari lembaga-lembaga
ekonomi dan keuangan konvensional.
Adapun lembaga-lembaga ekonomi yang telah berdiri saat ini dengan
menggunakan sistem ekonomi Islam antara lain:
1. Badan Amil Zakat (BAZ)
BAZ merupakan kependekan dari Badan Amil Zakat. Institusi ini
sebelumnya biasa disebut dengan BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah).
Sedangkan pengertian BAZIS secara istilah antara lain ditemukan dalam Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 29 Tahun
1991/47 Tahun 1991 Tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Sadaqah.
Dalam pasal 1 SKB tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan BAZIS merupakan
Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan, penyaluran,
dan pemanfaatan zakat, infaq, dan shadaqah secara berdayaguna dan berhasil
guna.
2. Bank Syariah
Menurut Karnaen A. Perwataatmadja dan Syafi`i Antonio, bank syariah
memiliki dua pengertian, yaitu:
1. Bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syari`at Islam;
2. Bank yang tata cara beroperasinya
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alqur`an dan hadis.
Bank Syariah juga memiliki beberapa ciri atau karakteristik sendiri, yang
antara lain merupakan sebagai berikut:
1)
Berdimensi keadilan dan pemerataan
2) Adanya
pemberlakukan jaminan
3)
Menciptakan rasa kebersamaan
4) Bersifat
mandiri
5)
Persaingan secara sehat
6) Adanya
dewan pengawas Syariah
3. Baitul
Māl Wa
Tamwīl
Baitul Māl Wa
Tamwīl (BMT) merupakan balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt
al-māl wa al-tamwīl dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, bayt al-māl wa
al-tamwīl juga bisa menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah, serta
menyalurkan sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
Baitul māl wa tamwīl merupakan
lembaga ekonomi atau keuangan syariah non perbankan yang sifatnya informal.
Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan
formal lainnya. Oleh karena itu, selain berfungsi sebagai lembaga keuangan BMT
juga bisa berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sebagai lembaga keuangan ia
menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan dana kepada
masyarakat (anggota BMT). Sebagai lembaga ekonomi ia juga berhak melakukan kegiatan
ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian.
III. PENUTUP
Kesimpulan:
1) Upaya uutk pengembangan ekonomi dalam Islam merupakan
bagian dari tujuan syariah dan apa yang menjadi tuntutannya tentang
pemeliharaan sumber-sumber ekonomi dan pengembangannya, meningkatkan kemampuan
produksi dengan mengembangkan seni dan metodenya, dan hal-hal lain yang menjadi
keharusan dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi umat, memenuhi kebutuhan
yang mendasar, dan memerangi kemiskinan.
2) Nilai-nilai dasar ekonomi yang berdasarkan
pada prinsip tauhid yaitu sebagai
berikut; Kepemilikan (ownership), keseimbangan (equilibrium) dan
keadilan (justice). Dalam ekonomi Islam, nilai instrumental yang
strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan
masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya, diantaranya diwujudkan dalam
aturan: Zakat, pelarangan riba, kerjasama ekonomi, jaminan sosial dan peran
Negara.
3) Adapun lembaga-lembaga ekonomi yang telah
berdiri saat ini dengan menggunakan sistem ekonomi Islam antara lain: BAZ, Bank
Syariah, Baitul Māl wa Tamwīl, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh
al-Iqtishādi Li Amīril Mukminīn Umar bin al-Khattab, diterjemahkan oleh H.
Asmuni Sholihan dengan judul Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab (Cet.I;
Jakarta: Khalifah, 2006)
H.A.Djazuli, Yadi Janwari, Lembaga-lembaga
…, hal. 19
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh
al-Iqtishādi..., hal. 403
Nilai-nilai jaminan sosial yang Islami, menurut Saefudin ialah sebagai
berikut:
a.
Keuntungan dan beban sebanding dengan manfaat
b. Tidak ada saling
membebankan kerusakan atau biaya-biaya eksternal kepada orang lain.
c.
Manfaat dari sumber-sumber harus dapat dinikmati oleh semua makhluk Allah
d.
Negara harus menyediakan dana untuk menjamin kesejahteraan sosial dan
pertumbuhan ekonomi
e.
Pengeluaran sosial merupakan hak sah bagi orang-orang yang miskin dan malang.