ISLAM DIBANDINGKAN? SIAPA TAKUT?
(Memahami islam dengan studi
komparatif)
“Islam itu tinggi, tidak
ada yang mampu melampaui ketinggian Islam”, demikianlah isi sabda
Rasulullah SAW yang sering kita jadikan hujjah bahwa Agama Islam adalah agama yang
paling mulia, yang paling pantas untuk dijadikan sebagai pegangan dan pedoman
untuk memperoleh keselamatan dunia dan akhirat sesuai dengan makna kata Islam
itu sendiri yang berasal dari kata “salima” yang berarti selamat. Hal ini sejalan dengan
Firman Allah SWT “Sesungguhnya agama (yang benar)
di sisi Allah ialah Islam… (Qs. Ali
‘Imran: 19). Sangat jelas menegaskan bahwa Agama yang “diterima dan benar” di
sisi Allah adalah agama Islam.
Dalam Ayat lain Allah SWT juga menegaskan bahwa “Maka mengapa mereka
mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang ada dilangit dan
di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa dan hanya
kepada-Nya-lah mereka dikembalikan?” (Qs. Ali ‘Imran: 83). Jelas dalam ayat
ini Allah SWT menegaskan bahwa semua yang ada didunia ini tunduk kepada Allah
SWT baik suka maupun terpaksa, mengapa ada orang yang mencari agama selain
agama Allah (agama Islam)?.
Berdasarkan dari ayat dan hadits yang telah
terkemukakan di atas secara normative jelaslah bagi kita bahwa agama Islam itu
paling mulia, paling benar dan satu-satunya Agama di sisi Allah tidak akan ada
agama lain yang bisa menandingi kesempurnaan dan ketinggian agama Islam
meskipun kita hendak mencarinya dengan suka atau terpaksa sekalipun.
Jika Allah SWT telah menegaskan demikian mengapa kita harus ragu?
Namun demikian untuk memperkuat dan menambah keyakinan
tersebut yang didasarkan pada dalil (penguat) naqli (nash) tidak salahnya juga kita
bisa memperkuat keyakinan kita tersebut dengan didukung oleh dalil-dalil ‘aqli
yang secara fitrah tidak pernah bertentangan dengan “kebenaran” yang didasarkan
pada keterangan dalil Naqli.
Dalam kajian metodologi studi Islam selain melalui pendekatan normatif atau pendekatan
tekstual yaitu menekankan signifikansi teks-teks sebagai sentral kajian Islam
dengan merujuk pada sumber-sumer suci
dalam Islam, terutama Al-Quran dan Hadits serta sumber syari’at lainnya sebagaimana yang sering kita
gunakan dan praktikkan selama ini, masih terdapat berbagai pendekatakan lainnya
yang dapat kita gunakan untuk dapat memahami Islam agar pemahaman Islam kita
semakin lengkap dan akan lebih mempermudah kita dalam mendakwahkan agama Islam.
Salah satu pendekatan yang bisa digunakan dalam upaya
memahami Islam secara komperhensif adalah dengan menggunakan pendekatan
komparatif yaitu dengan membandingkan antara satu objek dengan objek
lainnya. Dalam konteks kajian Islam dengan pendekatan ini kita akan memahami Islam
dengan membandingkan Islam dengan agama selain Islam.
Misalnya dengan membandingkan Tuhan yang
disembah ummat Islam dengan tuhan yang disembah oleh penganut agama
lain, kitab suci yang dijadikan pegangan oleh ummat Islam dengan kitab
suci yang digunakan oleh agama selain Islam, cara beribadah yang
berlaku dalam agama Islam dengan cara beribadah yang digunakan oleh agama
selain Islam, tata cara perkawinan yang berlaku dalam Islam dengan aturan
perkawinan yang ada dalam agama lainnya, system pewarisan (Faraid)
yang di atur dalam Islam dengan system pewarisan yang diterapkan dalam
agama selain Islam, hubungan laki-laki dengan perempuan dalam agama Islam
dengan hubungan laki-laki dengan perempuan yang berlaku dalam agama
lain.
Dalam menggunakan pendekatakan komparatif ini kita
harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana Islam memperlakukan dan memandang
semua itu dengan mengacu pada syari’at dan aturan yang ada dalam Islam dengan didasarkan
pada sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan Hadits maupun pada Ijma’ ulama
(Ijtihad kolektif).
Setelah kita mengkaji dan mengenal Islam dari sumber
aslinya baru kemudian kita menkomparasikan masing-masing aspek
baik dari keyakinan maupun dalam aspek mu’amalah yang berlaku dalam Islam
dengan aturan dan norma yang berlaku dalam ajaran selain Islam, sehingga
kita benar-benar menemukan kelebihan ajaran Islam yang
selama ini kita yakini dan kelemahan yang ada dalam ajaran
selain Islam, sehingga kita semakin yakin akan ajaran Islam bukan hanya
didasarkan pada keterangan teks semata, tapi kita juga bisa menemukan
kelebihan ajaran Islam atas ajaran agama lainnya secara lebih nyata
dalam kehidupan sehari-hari atau secara lebih kontekstual, yang pada akhirnya
akan semakin mepertebal keyakinan kita akan kebenaran ajaran Islam yang kita
anut.
Pengetahuan yang kita dapat setelah melakukan studi
komparatif tersebut bisa kita gunakan untuk mempermudah pekerjaan kita
untuk mendakwahkan non muslim untuk memeluk agama Islam tentunya dengan
mengajukan berbagai argument yang dapat meyakinkan mereka bahwa Islam
benar-benar merupakan agama yang paling pantas, paling tinggi dan paling kuat
kebenarannya yang akan bisa memberikan keselamatan dunia dan akhirat, sehingga
non muslim yang akan kita dakwahkan tersebut akan memeluk Islam.
Intinya kebenaran yang didukung oleh dalil ‘aqli
(nalar) hasil dari studi komparatif ini akan sangat bermanfa’at bagi kita
ketika kita hendak mendakwahkan agama Islam kepada non muslim, bukankah itu
merupakan sebuah kelebihan yang akan kita dapatkan setelah membandingkan
Kelebihan ajaran islam dengan kelemahan ajaran agama selain Islam?
Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman: “Serulah
kejalan Tuhanmu dengan dengan bijaksana (hikmah) dan mau’idhah hasanah”(Qs
An-Nahl: 125). Demikianlah seruan Allah SWT kepada manusia agar senantiasa
berdakwah ke jalan Allah SWT dengan bijaksana.
Untuk menyahuti seruan Allah SWT dalam berdakwah tersebut
kiranya sudah seharusnya kita terus berupaya mencari pendekatan yang paling
tepat agar kita dapat semaksimal mungkin mendakwahkan agama Islam kepada non
muslim, sebijaksana dan seefektif mungkin agar seruan Allah SWT untuk berdakwah
tersebut bisa kita penuhi secara maksimal dan sebaik mungkin. Intinya Allah SWT
memerintahkan agar kita mengutamakan kebijaksanaan dalam berdakwah. Sesuai
dengan situasi dan kondisi tempat kita berdakwah.
Dalam konteks Aceh hari ini, kita dihebohkan oleh berita tentang
adanya dosen yang mengajak mahasiswanya belajar gender di gereja, meskipun
mungkin tujuannya untuk memberikan perbandingan kepada mahasiswa agar para
mahasiswanya dapat memahami bagaimana perlakuan laki-laki dan perempuan menurut
agama selain Islam untuk dibandingkan dengan pandangan Islam terhadap laki-laki
dan perempuan (gender), sehingga dapat menemukan betapa Islam jauh lebih
bijaksana mengatur hubungan manusia yang berbeda jenis kelamin tersebut, yang
pada akhirnya akan memepertebal keimanan kita bahwa Islamlah agama yang paling
benar serta kita dapat mengetahui kekurangan (kelemahan) agama lain dalam
memandang hubungan laki-laki dan perempuan tersebut, seharusnya untuk mengkaji
hal tersebut bisa digunakan cara atau pendekatan yang lebih sesuai dengan
kondisi di Aceh hari ini, namun dikarena kurang tepat dalam memilih metode maka
maksud dan tujuan yang diinginkan dari pendidikan tersebut tidak tercapai, yang
ada malah sebaliknya fitnah yang di tuai dan hal ini sekiranya sebisa mungkin
harus dihindari oleh seorang da’i (pendakwah) atau dengan makna yang lebih kontekstualnya
yaitu oleh seorang pendidik baik guru, dosen maupun tenaga pengajar lainnya.
Akhirnya penulis berharap sebagai muslim kita bisa lebih bijaksana
dalam berdakwah, bisa lebih bijaksana dalam menyikapi setiap persoalan yang
terjadi di sekitar kita, hanya dengan kebijaksaanlah Insya Allah Islam yang rahmatan
li’alamin akan dapat kita nikmati bersama dan Islam serta Muslimnya benar-benar
akan menempati posisi yang paling tinggi, paling mulia di dunia dan
akhirat.
Wallahu a’lam bisshawaab!